Menciptakan
masyarakat belajar bukanlah hal yang mudah apalagi jika ini dikaitkan
dengan hasil pembelajaran di sekolah. Siswa bukan sebagai obyek dari
transfer ilmu melainkan sebagai subyek yang harus menggali, mendapatkan
serta menguraikan ilmu. Siswa dituntut mandiri dalam memecahkan masalah,
menganalisis lingkungan, melakukan adaptasi sosial dan menjembatani
setiap permasalahan dalam kehidupan. Proses pembelajaran akan lebih bermakna
apabila siswa sendiri yang menemukan jawaban atas permasalahan ilmu.
Komunikasi verbal, hafalan, daya ingat mungkin membantu dalam kehidupan
nantinya tetapi tanpa dibekali, skill, ability dan inquiry dalam
memecahkan masalah mustahil hidupnya akan bermakna.
Contexual Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan proses
belajar mengajar dalam rangka mencari produktifitas pembelajaran.
Standarisasi kurikulum sebagai acuan atau rambu-rambu pembelajaran harus
di kembangkan dengan strategi belajar yang baik artinya CTL senantiasa
berkembang mengikuti trend sistem pendidikan. Pendekatan CTL adalah
pendekatan pembelajaran yang memiliki tujuh (7) komponen yaitu : (1)
Constructivism, (2) Questioning, (3) Inquiry (4) Learning Community (5)
Modelling (6) Reflection) dan Authentic Assessment (Kasbollah, 2002).
Pendekatan di atas adalah landasan membangun kerangka berfikir,
dimulai dari fakta, data dan konsep. Siswa harus mampu mengkonstruk
pikirannya melalui pengalaman ilmu dan pengamatan sosial terutama
kegiatan pemecahan masalah. Siswa harus dapat menemukan jawaban dari
setiap permasalahan dengan kreatif, inovatif membangun dirinya agar
berguna bagi orang lain disekitarnya, seperangkat fakta, data dan konsep
dirangkai menjadi kesatuan yang memiliki makna. Siswa akan menjadi inovatif dengan ketrampilan ingin selalu
mengetahui hal-hal yang tersamar. Guru senantiasa membimbing, mendorong
serta membuat penilaian pola-pola pikir siswa, bagaimana siswa menggali
informasi, apakah yang telah mereka ketahui dan yang belum diketahui.
Ketrampilan dalam menemukan pengetahuan harus melibatkan orang lain
terutama kerjasama di kelas.
Kerjasama di kelas dalam proses pembelajaran memungkinkan terjadinya
interaksi afektif dan psikomorik karena saling berkomunikasi, memperoleh
informasi dan memberikan alternatif pemecahan masalah sehingga proses
belajar dan pembelajaran tercapai dengan maksimal serta mengoptimalkan
hasil yang diperoleh dengan merespon semua hal yang diketahui kemudian
dikaryakan dalam bentuk hasil baik catatan, jurnal maupun pendapat
sehingga bentuk penilaian terhadap siswa lebih akurat.
0 komentar:
Posting Komentar